Klub Bisnis Internet Berorientasi Action

Rabu, 14 April 2010

Peranan wanita dalam Mendidik Ummat

Rabu, 14 April 2010
Peranan Wanita dalam Mendidik Umat

Wanita sebagai hamba Allah yang lemah, memiliki peran amat besar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanpanya, kehidupan tidak akan berjalan semestinya. Sebab ia adalah pencetak generasi baru. Sekiranya di muka bumi ini hanya dihuni oleh laki-laki, kehidupan mungkin sudah terhenti beribu-ribu abad yang lalu. Oleh sebab itu, wanita tidak bisa diremehkan dan diabaikan, karena dibalik semua keberhasilan dan kontinuitas kehidupan, di situ ada wanita.

Syauqi mengatakan “Ibu ibarat madrasah, jika kau persiapkan maka sesungguhnya anda sedang menyiapkan bangsa (besar) yang wangi keringatnya.”

Wanita adalah guru pertama bagi sang anak, sebelum dididik orang lain. Sejak ruh ditiupkan ke dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu menangkap rangsangan-rangsangan yang dberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian. Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut senang.

Kemudian bertambah hari, minggu dan bulan, yang pada wakunya ia terlahir ke muka bumi. Dari enol hari, ia sudah berusaha memahami apa yang diajarkan oleh seorang ibu. Bila seorang ibu membiasakan anaknya dari kandungan sampai dewasa dengan adab-adab Islam, ia pun akan terbiasa dengan hal itu. Tapi sebaliknya, bila ibu membiasakan dengan adab-adab yang tidak Islami, ia pun akan ikut seperti ibunya. Saat inilah shibgah seorang ibu sangat berpengaruh pada anak. Karena perkembangan otak sangat cepat. Daya ingat masih kuat. Bagi seorang ibu perlu memperhatikan hal berikut :

A. Tarbiyah Ruhiyyah.

1. Pendidikan Akidah.

Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini bahwa kita hidup tidak semau kita. Tapi di sana ada pengatur, pengawas tujuan hidup, akhir dari kehidupan. Kemudian meyakini bahwa apa yang terjadi pada kita, pasti akan kembali pada sang khalik. Hal itu terangkum dalam rukun iman yang enam. Ketika ia besar, ia tidak lagi ragu dan bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk apa aku hidup? siapakah yang harus aku ikuti dan dijadikan idola ? Dan seterusnya.

2. Pendidikan Ibadah

Ketika ibu menjalani kehamilan sampai melahirkan, tidaklah berat baginya untuk mengajak si calon bayi untuk ikut serta dalam melakukan ibadah harian. Seperi: sholat, puasa, baca Alquran, berdoa, berdzikir, dan lain sebagainya. Walau mungkin anak tidak paham apa yang dilakukan dan diinginkan ibunya, tapi ketika ia menginjak dewasa (baligh), Insya Allah ibadah-ibadah tadi akan mudah diajarkan. Sebab sudah sering melihat dan mendengar, sehingga takkan terasa berat menjalaninya.

3. Pendidikan Akhlak.

Pembiasaan akhlak yang baik tidak perlu menunggu anak dewasa. Dari sini harus sudah dibiasakan. Sebab kebiasaan yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat sulit untuk menjadi akhlak. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri kita, dengan sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan.

Jika semenjak dalam kandungan seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika lahir, ia pun akan berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sfat-sifat sabar, tawadlu, itsar, tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya dibiasakan, insya Allah ketika anak sudah paham dan mengerti, akhlak-akhlak tadi akan menghiasi kehidupannya.

Oleh sebab itu, Rasul menganjurkan kepada para pemuda yang sudah waktunya nikah, untuk memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama dan berakhlak baik. Sebab dari wanita inilah, akan terlahir generasi yang beragama dan berakhlak baik juga. Ibu seperti inilah yang akan mengajarkan tuntunan agama yang telah terbiasa dan tertathbiq dalam dirinya. Di antara tuntunan tersebut adalah akhlak yang mulia. Sedangkan wanita yang cantik, pintar, atau kaya tidak menjamin akan melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.

B. Tarbiyah Aqliyyah.

Kata seorang penulis puisi, “Otak tidak diasah, akan tumpul”. Pengasahan otak semenjak kecil akan lebih bagus, ketimbang jika sudah besar. Bagai sebuah pisau, semakin lama waktu mengasahnya, maka akan semakin tajam. Dalam nasyid juga disebutkan, “Belajar diwaktu kecil, bagai mengukir di atas batu”. Tapi seorang ibu juga harus bijaksana dalam hal ini. Jangan sembarangan dalam memberikan buku-buku bacaan, untuk mengasah otak. Cukup banyak buku-buku yang ingin menghancurkan generasi Islam.

C. Tarbiyah Jasadiyyah.

Pendidikan inilah yang sering mendapat perhatian dan jadi topik pembicaraan para ibu yang baru mempunyai anak. Rangsangan-rangsangan ibu berupa olah-raga balita, sangat membantu anak dalam perkembangan tubuhnya. Percepatan proses semenjak si anak tengkurap, merangkak, jalan dan lari, tidak bisa dibiarkan sendiri. Namun bantuan ibu untuk melakuan gerakan-gerakan itu sangatlah dibutuhkan anak. Karena pada hakikatnya, insting yang dimiliki anak belum mampu menjangkau apa yang harus ia lakukan agar bisa berbuat seperti orang dewasa. Contoh kecilnya, ketika lahir, Rasulullah menyuruh para orang tua untuk mentahniq dengan memijat langit-langit mulut agar mampu mengisap air susu ibunya. Olah raga atau tarbiyyah jasadiyyah ini tidak terbatas pada usia balita, tapi bahkan sampai dewasa dan tua.


0 komentar:

Posting Komentar