Oleh: Dwi Sulastya Wati, Msc
Apa jadinya dunia tanpa wanita? Tentu saja dunia tidak lengkap tanpa wanita karena pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi. Pria dan wanita sama-sama memiliki pengaruh yang besar dalam setiap peran dan kebijakan. Jika para wanita termarjinalkan hak-hak mereka dalam dimensi ilmu dan pendidikan pastinya hal tersebut akan menimbulkan cacat yang berdampak pada situasi sosial, politik, ekonomi, dalam lingkup, keluarga, masyarakat dan Negara.
Ilmu dan pendidikan
Ilmu dan pendidilan merupakan modal mutlak yang harus dimiliki manusia tanpa memandang status gender. Ilmu dalam dimensi yang luas dan pendidikan dalam perspektif keilmuan, akidah, etika dan akhlak. Islam agama yang memuliakan pemeluknya yang gemar menuntut ilmu dan mengamalkannya. Karena dengan ilmu dan pendidikan setiap orang cenderung menjaga pikiran mereka untuk hal-hal yang positif dan inovatif.
Tidak ada diskriminasi antara cabang-cabang ilmu, ilmu agama atau ilmu umum. Ilmu agama adalah penuntun hidup manusia, sumber ketenangan jiwa, ilmu dimana manusia mengenal tuhannya. Tanpa penuntun hidup manusia bagaikan tanpa arah hanya melewati hari demi hari tanpa visi dan tujuan.
Begitupun ilmu umum, semakin dalam keilmuan seseorang akan membuatnya semakin sadar bahwa ilmu yang dimilikinya sangatlah kecil. Hal tersebut juga akan membawa individu menyadari kebesaran Tuhannya. Ilmu pengetahuan alam raya yang sangat mengagumkan, akan menyadarkan manusia bahwa sesungguhnya kemahakuasaan tuhan sungguh tidak terbatas.
Pendidikan akhlak, toleransi dan solideritas juga merupakan modal penting bagi setiap individu. Berlaku sopan dan menghormati sesama, Bersikap peduli den tidak acuh kepada kepentingan orang lain. Hal ini dibebankan kepada semua individu lelaki atau perempuan, tanpa diskriminasi dan perbedaan. Dalam dimensi keluarga biasanya peran seorang ibu dalam pendidikan anak-anaknya lebih dominan.
Wanita dan pendidikan
Realita yang ada adalah masih minimnya tokoh-tokoh dan ilmuwan-ilmuwan wanita jika diprosentasekan dengan pria. Dokter-dokter ahli wanita masih sangat minim, di Indonesia misalnya dokter ahli kandungan masih didominasi dokter pria, Pengamat, peneliti dan ahli di bidang ekonomi dan sosial politik juga kurang muncul dari pihak wanita.
Dalam hal ilmu keagamaan seperti Fiqih dan Tafsir, tercatat hampir tak ada satupun penafsir yang muncul dari kalangan perempuan selama 14 abad pasca-kenabian. Ahli-ahli fiqih dari kalangan perempuan juga dirasa kurang.
Fakta di atas secara explisit menjelaskan kurangnya kemauan dari kalangan wanita untuk menekuni dan menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Faktor lain yaitu kurangnya kesempatan, dukungan, dan minat. Menjadikan keluarga sebagai prioritas adalah pilihan bijak, tetapi alangkah baiknya meskipun telah menjadi ibu rumah tangga seorang wanita tidak mematikan potensi dirinya.
Peran wanita sebagai ibu atau istri tak ayal lagi berperan sentral dalam keberhasilan sang suami atau anak. Sang suami bisa menjadi seorang tokoh yang besar karena kegigihannya sang istri mendampingi dan mendukung sang suami. Sang anak bisa menjadi ilmuan besar dengan kesabaran sang ibu untuk mendidik anaknya.
Paradigma yang masih berkembang luas adalah pendidikan untuk wanita tidaklah begitu penting dibandingkan pria. Alasan-alasan budaya di daerah tertentu masih mengakar kuat kalau wanita cukup berdiam di rumah saja. Pendidikan sebagai sarana mencari penghidupan yang layak juga menjadi alasan kalau pendidikan bagi pria lebih diperlukan. Karena tanggung jawab menafkahi keluarga memang dibebankan kepada lelaki, tetapi bukan berarti hal tersebut menjadikan pendidikan tidak penting bagi wanita. Karena fakta yang ada menunjukkan bahwa wanita masih termarjinalkan hak-hak mereka dalam pendidikan, hak sosial, ekonomi dan politik menjadikan kajia-kajian mengenai, "persamaan gender, feminisme, dan diskriminasi atas wanita" masih nyaring terdengar.
Kesiapan seorang wanita dalam pendidikan agama, etika, bermasyarakat dan sains menjadi sangat penting apalagi jika ia berperan sebagai ibu yang menjadi sumber pertama bagi pendidikan anak-anaknya. "Longlife education" menjadi suatu wacana yang penting untuk dipahamkan. Pendidikan didapat bukan hanya dari bangku sekolah dan kuliah. Sebenarnya kesempatan kerja dan proses bermasyarakat juga merupakan sarana dan proses pendidikan. Seorang alumni pesantren misalnya hendaknya jangan merasa cukup dengan pengajaran yang ia dapat dari sekolahnya dahulu, sebaiknya ia tetap mencoba mengkaji dan mengulang ilmu-ilmu keagamaan yang dibutuhkan keluarga dan masyarakaat. Begitupun ilmu pengetahuan umum dan sains hendaknya dikembangkan untuk mengembangkan wawasan dan pola pikir yang mengarah pada keluasan berpikir, kritis, solider, dan dapat menerima perbedaan.
Sejatinya pendidikan sangat berarti dalam sisi pembentukan karakter generasi pemuda menjadi orang-orang yang bertanggunga jawab dan bermoral. Sejarah Kartini yang menceritakan betapa Ia sangat ingin bersekolah ke Belanda, tetapi karena sistim dan kulture pada zaman itu membuanya tidak mendapat dukungan untuk sekolah. Tetapi keinginannya untuk membuat kemajuan bagi kaum perempuan tidak berhenti di situ. Ia rajin bertukar pikiran dengan temannya yang berasa di belanda melalui surat. Sampai saat ini Kartini masih menjadi sumber inspirasi bagi kaum wanita.
Pramudia Ananta Tour dalam bukunya "Panggil Aku Kartini Saja" mengungkapkan keprihatinannya kepada kaum perempuan. Ketidakberdayaan kaum perempuan kerap kali dijadikan komoditas dari dulu hingga sekarang. Kalau dulu ribuan wanita diperkerjakan paksa menjadi wanita penghibur buruh-buruh kerja Rodi sekarang halnya tidak jauh berbeda. Hanya saja keadaan sekarang sedikit dimodifikasi tetapi hakekatnya sama. Ribuan wanita dengan profesi wanita malam atau pekerja seks komersial sesungguhnya adalah ekploitasi terhadap kaum perempuan.
Begitupun halnya dengan keadaan tenaga kerja wanita Indonesia. Banyak yang mengalami perlakuan tidak manusiawi. Hal ini disebabkan oleh dua hal: pertama kurangnya pendidikan akademis sebagai modal yang dimiliki oleh kaum perempuan, sehingga mereka memilih jalan singkat untuk meneruskan keberlangsungan hidup mereka. Kedua kurangnya pendidikan moral dan agama yang mereka terima dari lingkungan dan keluarga bahwa menjadi PSK adalah merugikan dari segi kesehatan dan ideologi.
Contoh di atas sekali lagi mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat urgen bagi wanita untuk diri mereka sendiri, keluarga, serta lingkungan yang akan mereka bentuk.
Wanita dan politik
Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979 (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women) menekankan partisipasi aktif dan maksimal kaum perempuan dalam setiap dimensi kehidupan dan persamaan hak antar wanita dan laki-laki.
Dalam hal politik partisipasi wanita dinilai kurang. Di Indonesia jumlah prosentase wanita yang duduk di legislatif berjumlah 11 %. Sedangkan peran politik wanita dalam mengambil kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan kaum hawa sangat urgen. Upaya peningkatan partisipasi wanita dalam dunia politik hendaknya diupayakan bukan hanya dari segi kuantitas tetapi kualitas dan efektifitas agar dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan diambil.
Negara-negara maju seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Swezerland menempatkan wanita dalam parlemen dengan angka diatas 30% (Data Inter-Parliamentary Union (IPU). Yang menjadi poin penting adalah para wanita harus mengoptimalkan peran mereka di setiap posisi yang mereka geluti termasuk dalam hal politik.
Pendidikan politik adalah penting karena kebanyakan perempuan tidak tahu hak-hak dan kewajiban politik mereka. Pemberdayaan wanita dalam politik masih gencar disuarakan. Riset membuktikan kurangnya partisipasi aktif perempuan dalam politik di Kenya, Indonesia, Pilipina, India baik di parlemen ataupun aktivitas partai antara lain dikarenakan oleh: kurangnya kesadaran politik, minimnya pengetahuan politik, dan kurangnya minat untuk berkecimpung dalam dunia politik.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah pemberdayaan potensi yang ada pada wanita sangatlah penting agar kaum wanita dapat berperan dengan optimal. Dengan catatan mereka tidak boleh melupakan tanggung jawab dan status kodrati sebagai perempuan. Hal ini diupayakan untuk memaksimalkan peran lelaki dan perempuan tanpa perbedaan. Hal lain agar kaum perempuan tidak menjadi korban dalam kebijakan politik ekonomi. Peran aktif perempuan memang diperlukan dalam segi politik, ekonomi, sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini harus dimodali dengan pendidikan yang baik. Pendidikan bagi dan oleh Wanita adalah mutlak dipentingkan bukan hanya pendidikan formil, tetapi juga pendidikan bersosial dan bermasyarakat. Ahlak dan moral generasi muda sangat bergantung kepada ahlak dan moral perempuan yang berperan sentral dalam mendidik keluarga. Ada satu yang menjadi kekurangan kaum perempuan, "mereka tidak tahu bahwa mereka begitu berharga".
0 komentar:
Posting Komentar